Minggu, 22 Mei 2011

8 Keteladan Kepemimpinan Rasulullah

Jika dilihat makna Ibda' binafsik secara terminologi sosial, maka kata 'diri' (anfus, nafs), mengingatkan kita pada 'individu'. (bahwa), "perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan kultural tak akan pernah terjadi tanpa perubahan inidividual," sehingga dapat dikatakan perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.
DEWASA ini kita selalu dihadapkan dengan sebuah pernyataan dan kenyataan, bahwa bangsa ini sedang menghadapi krisis Multi Dimensional. Begitu parah krisis yang dihadapi, sehingga susah mengambil benang merahnya sisi mana yang lebih dominan dan mana yang harus didahulukan, bahkan belum ditemukan solusi yang jitu dalam penyelesaiannya, akhirnya bangsa ini tidak jelas jati dirinya di mata dunia.

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللهُ وَ رَسُوْلُه وَ الَّذِيْنَ امَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلوةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكوةَ وَ هُمْ رَاكِعُوْنَ

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan tunduk kepada Allah. [QS. Al-Maidah : 55]

وَ مَنْ يَّتَوَلَّ اللهَ وَ رَسُوْلَه وَ الَّذِيْنَ امَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ اْلغلِبُوْنَ

Dan barangsiapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. [QS. Al-Maidah : 56]

Padahal kalau kita berkaca kepada krisis yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW pada masanya, justru dengan mudah beliau menyelesaikannya, nyaris penyelesaiannya tanpa kekerasan dan pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul karimah sebagai andalannya. Strategi yang dilakukan oleh Rasulullah, sesuai dengan sabdanya 'Ibda' Binafsik yang artinya "Mulailah dari diri anda".

Jika dilihat makna Ibda' binafsik secara terminologi sosial, maka kata 'diri' (anfus, nafs), mengingatkan kita pada 'individu'. (bahwa), "perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan kultural tak akan pernah terjadi tanpa perubahan inidividual," sehingga dapat dikatakan perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.

Melihat akan keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mengatasi krisis Multi dimensial, sudah saatnya kita menteladaninya karena beliau adalah contoh teladan terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal ini digambarkan oleh al-Quran surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

"Sesunggunya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah."


Strategi Ibda' Binafsik ( memulai dari sendiri ) yang dilakukan oleh Rasulullah, didukung oleh beberapa faktor penting:
 
Pertama, kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat sebagai sifat wajib bagi Rasul, yakni:

siddiq, amanah, tabligh, dan fahtanah: jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw.

Kehidupan Muhammad sejak awal hingga akhir memang senantiasa dihiasi oleh sifat-sifat mulia ini. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, ia telah memperoleh gelar al-Amin (yang sangat dipercaya) dari masyarakat pagan Makkah.
 
Kedua, Integritas. Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi tujuannya.

Ketiga, kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting

Keempat, Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan.

Kelima, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah kemudian dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan lapangan. Keberhasilan Rasul saw. dan para sahabatnya dalam perang Badr jelas-jelas berkaitan dengan penerapan sebuah strategi yang jitu.

Keenam, tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang miskin. Jabatan sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri. Sikap inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan tanpa perduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat Rasul saw. mencoba memperkaya diri.

Kesederhanaan menjadi trade mark kepemimpinan Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah kisah tentang Umar ibn al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah ingin bertemu dan mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut benar-benar terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di bawah sebatang kurma.

Ketujuh, visioner futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah seorang pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (sustainable). Meski tidak mungkin merumuskan alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak hadits Rasul saw. yang dimulai dengan kata "akan datang suatu masa", lalu diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan persoalan tertentu. Kini, setelah sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut yang telah mulai terlihat dalam realitas nyata.

Kedelapan, menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasul Saw. benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin tidak mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Sebagaimana sudah disebut di atas, Rasul saw. selalu menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan kepada orang-orang di sekitarnya.

Selaku umat Islam, merupakan kewajiban bagi kita untuk mengikuti, mencontoh dan menteladani semua perilaku terpuji rasulullah yang lebih dikenal dengan istilah akhlakul karimah. Akhlakul karimah tersebut dapat kita temui dalam berbagai literatur baik berupa sirah nabawiyah, riwayat-riwayat sahabat beliau, maupun firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an yang Rasullau selalu memulainya dari diri belia sendiri.

Sebagai Orang tua ketika menyuruh anaknya untuk tidak merokok atau mengkonsumsi narkoba maka seharusnya kita memulai diri berkomitmen untuk tidak melakukan hal yang sama (merokok dan mengkonsumsi narkoba). Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Asshaf : 2.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?" (QS 61 :2)


Wallahua'lam bishowwab

 
--Berbagai sumber-

SYARAT BERTAUBAT

Semua hal tersebut mungkin pada awalnya akan terasa berat, namun kita harus melakukannya dan bersabar.
Secara bahasa, tobat berarti kembali. Maksudnya, kembali pada kebenaran yang dilegalkan Allah Swt. dan diajarkan Rasulullah Saw. Tobat merupakan upaya seorang hamba dalam menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukannya.
Tobat merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba agar dapat kembali kepada-Nya. Islam tidak memandang manusia layaknya malaikat yang bersih tanpa kesalahan dan dosa. Namun demikian, Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun besar dosa yang telah diperbuatnya. Muhammad Saw. telah membenarkan hal ini dalam sabdanya,

“Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan (dosa) dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertobat (dari kesalahan tersebut).” (H.R. Baihaqi dan Tirmidzi)

Tobat dalam Islam tidak mengenal perantara. Pintu tobat selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah Swt. selalu “membentangkan tangan” bagi hamba-hamba yang ingin kembali kepada-Nya.

Imam Muslim dari Abu Musa Al-Asyari meriwayatkan,“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima tobat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat.”

Oleh karena itu, merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampaui batas. Sungguh, Allah akan mengampuni dosa hamba-Nya karena Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

Tobat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang hamba hina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 222, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Perintah Allah supaya kita bertobat dapat dijumpai dalam banyak ayat Al-Quran. Namun, tobat yang dimaksudkan adalah tobat yang sebenar-benarnya yang disebuat taubatan nasuha. Taubatan nasuha adalah keinginan kuat untuk tidak kembali pada kesalahan yang sebelumnya diperbuat dan menggantinya dengan amal ibadah yang banyak. Setiap tobat yang sungguh-sungguh dari dosa, sebesar apa pun, akan dibukakan pintu ampunan oleh Allah. Hal tersebut membuat Allah Swt. berbahagia. Bahkan, Al-Quran menggambarkan kebahagiaan Allah itu seperti seorang gembala yang kehilangan peliharaannya dan menemukannya kembali. Semua itu karena Allah memiliki sifat Ghofurur Rohim, Maha Pengampun.

Lantas, bagaimana praktik taubatan nasuha itu? Mudah saja.
Pertama, meminta ampun kepada Allah Swt. Kedua, menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Ketiga, berjanji tidak akan mengulanginya. Keempat, jika dosa yang dilakukan menyangkut hak orang lain, hendaknya diselesaikan dengan orang yang bersangkutan.

Untuk mendukung keempat syarat tobat tersebut, ada beberapa hal yang harus ditempuh. Di antaranya adalah harus segera keluar dari lingkungan pergaulan yang membuat kita terjerumus ke dalam kemaksiatan. Lalu, beralihlah bergaul degan orang-orang saleh dan hanya membatasi pergaulan dengan orang-orang yang baik. Hal ini mutlak dilakukan bagi siapa pun yang ingin bertobat dengan sebaik-baiknya. Kita tidak mungkin bisa bertobat jika masih berada dalam pergaulan lingkungan yang tidak baik.

Selain itu, kita juga bisa memperkuat azzam tobat dengan banyak membaca Al-Quran, melakukan amalan-amalan sunah (baik zikir, shaum, shalat, dan lain-lain), memperbanyak berbuat kebaikan, dan selalu berusaha lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Semua hal tersebut mungkin pada awalnya akan terasa berat, namun kita harus melakukannya dan bersabar. Dengan kesabaran dan kesungguhan ingin kembali kepada-Nya, insya Allah Dia pasti akan memudahkan jalan bagi kita. Amin. [Ali]

Islam Lebih Dulu Memuliakan Wanita

Kepada para ikhwan, Sudah sejauh mana rasa hormat kita kepada wanita? Ingatlah kedudukan lebih tinggi dari wanita hanya berlaku ketika justru dapat melindungi dan membawa wanita pada kedudukan mulia baik sebagai anak, remaja, suami terlebih sebagai Ayah Tanggal 21 April  bangsa Indonesia memperingati hari Kartini, seorang tokoh pahlawan nasional yang berhasil memperjuangkan martabat wanita ke tingkat yang lebih tinggi.  Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa pada jaman penjajahan wanita berada di tingkat lebih rendah, tidak boleh mengenyam pendidikan dan tak bias terlibat dalam pemerintahan sayangnya pada masa itu tujuannya bukan karena memuliakan wanita melainkan lebih menganggap wanita sebagai budak.

Baru setelah perjuangan Kartini bangsa Indonesia terbuka wawasannya bahwa wanita dapat berperan aktif dalam pendidikan dan pemerintahan tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai manusia.

Tanpa mengecilkan semangat tersebut sebenarnya ada yang benar-benar telah mengangkat martabat wanita jauh 14 abad yang lalu yaitu Rasulullah SAW lewat ajaran agama Islam.

Islam memandang sama manusia kecuali ketaatannya

Kesetaraan ini yang selama ini kurang diekspose oleh media secara benar, Islam menyamakan semua derajat manusia kecuali ketaatannya. Sekiranya lelaki lebih tinggi kedudukannya dibanding wanita bukan untuk menjadi otoriter melainkan menjadi pemimpin untuk melindungi wanita. Dan dalam Islam seorang muslimah senantiasa mengingat kodratnya sebagai wanita yang secara kekuatan fisik berbeda dengan lelaki, dengan demikian keduanya saling mengisi dan melengkapi.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا


"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).........." [QS. An Nisaa 4:34]


Islam Memuliakan Wanita dengan Mengharuskan Menutup Aurat

Persoalan jilbab ini sampai sekarang menjadi pertentangan di dunia barat tanpa mengerti manfaat dan keuntungan memakai jilbab, Di dunia barat yang katanya modern dan setara derajat wanita dan pria justru menjadi kebablasan. Banyak wanita yang melupakan kodratnya, menjual kehormatannya dalam hubungan tanpa ikatan. Kesetaraan yang kerap salah arti justru membawa wanita pada tingkat rendah, dimana pekerjaan berat justru dilakukan wanita sedang para pria menganggap wajar hal itu.

Demikian juga dengan hal berpakaian, karena menganggap setara banyak wanita merasa jilbab sebagai pengekangan terhadap kebebasan. Jilbab sama sekali bukan pengekangan terhadap kebebasan wanita, jutru Islam memandang wanita sebagai perhiasan yang penuh dengan pesona dan harus dilindungi sehingga tidak menjadi budak nafsu.

Bukankah pakaian yang menutup aurat menjadi pembeda utama antara manusia primitive dengan manusia yang beradab??

Mahar Sebagai Penghormatan Lelaki ketika Meminang

Dalam Islam kehadiran mahar dianggap penting namun kurang dipahami maksudnya. Sejarah mencatat bahwa dahulu wanita itu berkedudukan rendah, bukan saja jadi budak nafsu kaum lelaki namun bisa diperjual belikan. Setelah Islam datang, lelaki harus menghormati wanita dengan memberi mahar sebagai lambang penghormatan kepada wanita dan mengharamkan beberapa ketentuan menggauli perempuan dengan syariat tertentu yang sudah ditentukan.

Ketika menjadi IBU, seorang wanita 3 kali lebih mulia dari lelaki

Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW,  dalam sebuah hadistnya seorang muslim bertanya:  "Ya Rasulullah, siapakah orang yang harus saya aku hormati di dunia ini."
Rasulullah menjawab" "ibumu."
Dia bertanya lagi,"lalu siapa?"
Rasulullah SAW menjawab :" ibumu."
"Kemudian, siapa lagi ya Rasulullah?" tanya orang itu,
Rasul menjawab :"ibumu."
Lalu, laki-laki menanyakan lagi; "Kemudian, setelah itu siapa ya Rasul?" "Bapakmu," jawab Rasulullah SAW.

Tentu saja hal ini menjadi keabsahan yang tidak dapat disangkal, seorang ibu kasih sayangnya sepanjang masa, rela meninggalkan kesenangan pribadinya demi anak, melupakan peluh, melupakan lelah demi anak.

"Kepada para ikhwan, Sudah sejauh mana rasa hormat kita kepada wanita? Ingatlah kedudukan lebih tinggi dari wanita hanya berlaku ketika justru dapat melindungi dan membawa wanita pada kedudukan mulia baik sebagai anak, remaja, suami terlebih sebagai Ayah."

Maka hai para akhwat, sungguh beruntungnya kita menjadi seorang perempuan dengan kemuliaan yang Allah ciptakan dalam ajaran-Nya, namun ingat kemuliaan ini berbanding lurus dengan kelembutan dan pengabdian seorang perempuan baik sebagai anak, remaja, istri dan terlebih sebagai ibu. Dengan demikian tunai sudah perjuangan Kartini seperti yang beliau cita-citakan semasa hidupnya. (pipit nurul)

Sudahkan Anda Siap Menikah?

Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.
Dalam karir, mungkin anda telah mampu mewujudkan impian. Dalam hal jodoh, mungkin anda pun telah mendapat seorang wanita yang tulus mencintai. Bahkan, ternyata dia pun mengharap cinta yang tulus serta kemesraan yang abadi dari anda sebagaimana diharapkan. Bahkan, apa yang menjadi angan-angan dalam hidupnya, ingin segera terealisasi. Jika anda dan pasangan tidak menyadari dan melihat kembali realita yang ada pada diri masing-masing, niscaya pernikahan tidak akan dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan, cita-cita dan impian bersama.

Barangkali anda punya obsesi dan harapan secara berlebihan tentang calon pendamping hidup. Mendapatkan seorang wanita yang cerdas, terampil, cantik dan cekatan. Ketika anda pulang dari bekerja, ia mampu menjadi pelepas lelah dan penghilang penatnya beban kerja. Lalu anda menerima berbagai macam persembahan cinta yang menggairahkan. Atau, terkadang seorang lelaki terlalu percaya dapat menemukan calon pasangan yang sabar, jujur dan amanah, serta mau mendengar dan mengikuti segala perrintah. Namun yang terjadi, setelah pernikahan, semua angan-angan, harapan, dan impian itu tidak kunjung ditemukan, bahkan sebaliknya, justru kenyataan pahit yang didapatkan.

Kondisi ekstrim yang membuat perasaan anda gundah dan gelisah bisa saja muncul paska pernikahan, sehingga perkawinan pun diliputi dengan penyesalan. Sehingga anda pun menjadi bimbang. Apakah rumah tangga diteruskan? Atau terpaksa harus menempuh jalan perceraian, dengan harapan bisa menemukan impian dan harapan pada wanita lain.

Pada hakikatnya, dengan pernikahan semata, tidak mungkin mengarahkan kita pada kebahagiaan. Karena ukuran kebahagiaan sangat ditentukan oleh masing-masing pasangan. Keberhasilan dan suksesnya mengendalikan bahtera rumah tangga, semuanya kembali kepada kesiapan anda dalam berrkoordinasi dengan pasangan saling melengkapi, dan kesiagaan dalam menghadapi problematika rumah tangga seekstrim apapun!

Sesungguhnya, kesuksesan perrnikahan anda juga sangat dipengaruhi oleh gambaran realistis terhadap konsekwensi pernikahan. Gambaran keberhasilan atau kegagalan, kebahagiaan atau kepedihan pernikahan kedua orang tua yang anda alami sejak kecil, akan mampu memberi gambaran kuat tentang pernikahan, maka, harapan atau ketakutan akan pernikahan pun terbangun. Jika anda berasal dari keluarga bahagia, maka motivasi positif akan tertanam kuat dalam benak anda. Namun, jika anda berasal dari produk pernikahan gagal/ broken home, maka sebaiknya anda jangan terlalu menggebu-gebu menikah. Anda terlebih dahulu harus merubah obsesi dan persepsi tentang pernikahan, lalu berusaha menimba pengalaman dari orang-orang yang sukses berumah tangga, kemudian belajar dari mereka yang berhasil mengatasi problema hidup. Sehingga anda pun akan optimis dan selalu berpikir positif pada setiap kasus yang akan dihadapi.

Jika menikah hanya untuk mendapatkan status, popularitas, kedudukan atau meraih posisi penting di masyarakat, atau hanya karena fanatis daerah, atau hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual semata, ini hanyalah merupakan sikap mandul yang menghasilkan kegagalan dan kekecewaan.

Aspek seksual akan dapat mendorong terwujudnya cinta. Dan cinta itu sendiri tidak akan langgeng tanpa terpenuhinya kebutuhan biologis. Namun aspek seksual semata tidaklah dapat memuaskan kita dan menghantarkan kepada kebahagiaan yang sejati. Lebih tepatnya, pemenuhan kebutuhan seksual hanya merupakan pil penenang sesaat yang bisa membawa kepada kondisi yang lebih rilek bagi batin dan pikiran.

Terlepas dari aspek seksual, motivasi yang lebih utama untuk menikah adalah mencari kepuasaan batin dan stabilitas mental. Karena kepuasaan batin dan stabilitas mental menjadi generator utama dan sarana paling menonjol untuk mewujudkan semua harapan, bahkan sebagai pendorong utama melangkah ke jenjang pernikahan. Di samping itu, faktor ibadah juga merupakan niat dasar yang tidak boleh dilupakan.

Sesungguhnya, obsesi dan pandangan yang salah, serta landasan yang labil akan membuat pernikahan tidak bertahan lama. Karena sang suami tidak mungkin bisa merubah isterinya menjadi sosok lain, dan begitu pula isteri, tidak akan bisa membuat suaminya menjadi orang lain.

Suami yang menggantungkan ketenangan dan kepercayaan dirinya pada isterinya, maka akan merasa lemah tatkala cinta sang isteri memudar atau tatkala kepercayaannya kepadanya berkurang. Maka pada saat itu ia akan hancur atau berusaha mencari ketenangan dan kepercayaan dari sumber lain.

Begitu pula perempuan. Tidak boleh menikah dengan lelaki karena ingin memperbaiki watak, perilaku dan tabiat lelaki. Karena bagaimanapun seseorang telah terbiasa dengan tabiat dan watak dasarnya. Bahkan keaslian jati dirinya tidak gampang hilang dan akan segera muncul ke permukaan kapan saja.

Langkah Awal Menentukan Pilihan

Maka, bagi anda wahai calon suami. Sebelum melenggang pada pelaminan pernikahan, hendaknya memperhatikan beberapa nasehat berikut ini:

1. Jika anda menginginkan sesuatu, maka hendaklah anda istikharah dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memilihkan apa yang terbaik bagi anda. Terdapat teladan dalam diri Rasulullah sholallahu 'alahi wassalam, bagaimana beliau ber istikharah dan beliau telah menasehatkan hal itu kepada para shahabatnya. Istikharah tidak hanya untuk menikah yang memang memiliki nilai kebaikan, bahkan istikharah bisa untuk semua perkara kebaikan, diantaranya ketika ingin memilih calon pasangan baik suami atau isteri. Apa yang akan diperbuat dan langkah apa yang akan ditempuh, maka sebaiknya minta kepastian melalui shalat istikharah.

2.  Meminta pendapat dan pengarahan dari orang yang dikenal kelimuan dan amanahnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: dalam surat Ali Imran : 159, yang artinya: "...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah...". Meminta pendapat dan pengarahan kepada orang lain bukanlah suatu aib atau menjatuhkan harga diri dan martabat, bahkan akan terbuka jalan keluar dan perkara-perkara yang tidak diketahui. Dan ini adalah ciri khas para ulama, dengan inilah mereka menjadi terkenal dengan pendapatnya. Ahli hikmah berkata: "Jika Allah menginginkan kebinasaan buat seorang hamba, Ia akan membinasakannya dengan pendapatnya" dikatakan pula, "Memegang teguh musyawarah berarti kesuksesan". Dikatakan pula, "Jika anda meminta pendapat seseorang berarti anda telah ikut serta dalam otak mereka". Hendaklah anda selalu menjadikan musyawarah dan istikharah sebagai bagian hidupmu agar rencanamu tercapai dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak akan sia-sia orang yang beristikharah. "Dikatakan: "Tidak akan sia-sia orang yang beristikharah kepada penciptanya dan bermusyawarah dengan Mahluk-Nya".

3. Jangan melupakan aspek doa, karena doa merupakan sarana terbaik yang selalu harus berdampinngan dengan istikharah dan musyawarah.
Usahakan selalu mengulangi dalam berdoa, karena doa adalah ibadah yang paling agung. Ini berdasarkan sabda Rasulullah sholallahu 'alahi wassalam : "Doa adalah ibadah"

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرّيـَّاتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. [QS. Al-Furqaan : 74]

Istri yang MEMBAHAGIAKAN

Jika istri bermental kaya, maka keluarga akan merasa kaya dan cukup. Ini menciptakan kebahagiaan. Jika istri bermental melarat, maka yang tercipta di dalam rumah adalah iklim melarat dan ini menyengsarakan.
Kebahagiaan  rumah  tangga  yang  menjadi  tujuan  setiap  keluarga  akan terbentuk  di  atas  beberapa faktor, yang terpenting adalah faktor anggota keluarga. Kenapa? Karena mereka inilah faktor dan aktor  pencipta kebahagiaan dalam rumah tangga, atau sebaliknya, kesengsaraan rumah tangga juga bisa tercipta oleh mereka. Dari anggota rumah tangga, salah satu faktor yang paling berperan besar dalam perkara ini adalah istri, karena dia adalah ratu dan ikon utama sebuah rumah tangga, ia adalah rujukan suami dan tempat kembali anak-anak, maka dalam bahasa Arab dia disebut dengan 'Um' yang berarti induk tempat kembali.

عَنْ اَبِى اُمَامَةَ عَنِ النَّبِيّ ص اَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: مَا اسْتَفَادَ اْلمُؤْمِنَ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ. اِنْ اَمَرَهَا اَطَاعَتْهُ وَ اِنْ نَظَرَ اِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَ اِنْ اَقْسَمَ عَلَيْهَا اَبَرَّتْهُ وَ اِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِى نَفْسِهَا وَ مَالِهِ

Dari Abu Umamah, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, "Tidak ada yang memberi faidah (kesenangan) kepada orang mu'min sesudah taqwa kepada Allah yang lebih baik baginya selain dari istri yang shalihah. Jika diperintah dia thaat. Jika dipandang, dia menyenangkan. Jika diberi bagian, dia berbuat baik kepadanya. Jika suami sedang bepergian, dia menjaga dirinya dan harta suaminya". (HR. Ibnu Majah )


Ia adalah sebagai pemeran utama dalam panggung rumah tangga, karena perannya yang cukup signifikan  di  dalamnya,  maka  istri  harus  membekali  diri  dengan  sifat-sifat  dan kepribadian-kepribadian utama   sehingga   dengannya dia bisa mengemban tugas dan memerankan perannya sebaik mungkin, dengan itu maka kondisi yang membahagiakan dan situasi yang menentramkan di dalam rumah akan terwujud.


Mengetahui skala prioritas

Dunia  memang  luas  dan  lapang,  namun  tidak  dengan  kehidupan,  yang  akhir  ini, selapang dan seluas apa pun tetap terbatas, ada tembok-tembok yang membatasi, ada rambu-rambu  yang  mengekang,  namun  pada  saat  yang  sama  tuntutan  dan  hajat kehidupan terus datang silih berganti seakan tidak akan pernah berhenti, kondisi ini mau tidak mau, berkonsekuensi kepada sikap memilah skala prioritas, mendahulukan yang lebih penting kemudian yang penting dan seterusnya.

Istri yang baik adalah wanita yang mengetahui tatanan prioritas dengan baik, dalam tataran hubungan suami istri, secara emosinal dan fisik, dalam tatanan rumah tangga, secara formalitas dan etika, ia menempati deretan nomor wahid.


Realistis dalam menuntut

Di  hari-hari  pertama  pernikahan,  biasanya  dalam  benak  orang  yang  menjalani tersusun rencana-rencana yang hendak diwujudkan, tertata target-target yang hendak direalisasikan, terlintas harapan-harapan yang hendak dibuktikan. Umum, lumrah dan jamak. Kata orang, hidup ini memang berharap, karena berharap kita bisa tetap eksis hidup dengan berbagai macam situasi dan kondisinya. Demikian pula dengan sebuah rumah tangga.
Tahun pertama harus memiliki anu. Tahun kedua harus ada ini. Tahun ketiga, keempat dan seterusnya. Alangkah    bijaknya    seorang istri jika    dalam    menuntut    dan    mencanangkan    target memperhatikan  realita  dan  kapasitas  suami,  jika  sebuah  harapan  sudah  kadung digantung tinggi, lalu ia tidak terwujud, maka kecewanya akan berat, bak orang jatuh dari tempat yang sangat tinggi, tentu sakitnya lebih bukan?

 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ يَنْظُرُ اللهُ اِلىَ امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ     لِزَوْجِهَا وَ هِيَ لاَ تَسْتَغْنِى عَنْهُ

Dari 'Abdullah bin 'Amr RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, yaitu yang selalu merasa tidak cukup dari padanya". (HR. Hakim)

Seorang  istri  shalihah  selalu  mendahulukan  akalnya,  dia  tidak  membuat  lelah suaminya  dengan  tuntutan-tuntutan  yang  irasional,  tidak  membebaninya  di  luar kemampuannya  dan  tidak  memberatkan  pundaknya  dengan  permintaan-permintaan demi memenuhi keinginan-keinginannya semata.

Bermental kaya

Mental  kaya,  dalam  agama  dikenal  dengan  istilah  qana'ah,  rela  dengan  apa  yang Allah SWT bagi sehingga tidak menengok dan berharap apa yang ada di tangan orang lain.  Kaya  bukan  kaya  dengan  harta  benda,  namun  kaya  adalah  kaya  hati,  artinya  hati merasa cukup. Sebanyak apa pun harta seseorang, kalau belum merasa cukup, maka dia  adalah  fakir.  Kata  fakir  dalam  bahasa  Arab  berarti  memerlukan,  jadi  kalau seseorang masih memerlukan [baca: berharap dan menggantungkan diri] kepada apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa berusaha, maka dia adalah fakir alias miskin.

Dalam  kehidupan  ini  tidak  sedikit  kita  menemukan  istri  model  seperti  ini.  Ditinjau secara  sepintas  dari  keadaan  rumahnya,  rumah  milik  sendiri,  lengkap  dengan perabotan  elektronik  yang  modern,  didukung  kendaraan  keluaran  terbaru,  tapi  dasar mentalnya mental miskin, maka yang bersangakutan tetap mengeluh seolah-olah dia adalah  orang  termiskin  di  dunia.  Apakah  hal  ini  merupakan  kebenaran  dari  firman Allah   SWT, 

إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا


yang   artinya,   "Sesungguhnya   manusia   diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS. al-Ma'arij: 19).
Tanpa ragu, memang. Jika istri bermental kaya, maka keluarga akan merasa kaya dan cukup.  Ini menciptakan kebahagiaan. Jika istri bermental melarat, maka yang tercipta di dalam rumah adalah iklim melarat dan ini menyengsarakan. (Ust. Izzudin Karimi, Lc).


Sumber:Buletin An-Nur